Selasa, 09 Agustus 2016

Pro Kontra Full Day School atau Sekolah Sepenjang Hari

lebih baik nakal ketika masih anak-anak... daripada nakal setelah jadi pejabat.. seberapa nakalnya sih anak-anak?? dan coba bandingkan dengan kenakalan pejabat.. hehehhee
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berencana menerapkan sistem full day school atau sekolah sepanjang hari. Sistem itu diberlakukan untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), dengan harapan bisa membangun karakter anak.
"Agar mereka (anak) tidak liar di luar sekolah ketika orang tua belum pulang kerja," katanya seperti dikutip Kompas.com di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (7/8/2016).
Muhadjir menilai pendidikan dasar selama ini keteteran menghadapi kemajuan zaman. Akibatnya, sistem pendidikan belum menghasilkan lulusan tangguh dan berdaya saing tinggi. "Anak muda sekarang masih banyak bermental lembek dan tidak tahan banting,"katanya.
Maka itu, menurut dia, diperlukan restorasi pendidikan terutama di level SD dan SMP. Sebab, pada tahap itulah karakter anak bisa dibentuk. Dus, menurut dia, Full day schoolbisa membentuk kepribadian dan menambah wawasan anak--yang seharian berada di sekolah. Misalnya untuk belajar agama.
"Di sekolah, anak lebih terpantau. Ketimbang ikut pengajian di luar, malah dapat ustad dari kelompok ekstrem," ujarnya.
Rencananya Kemendikbud akan membuat jam pulang sekolah sama dengan jam pulang kerja. Sehingga anak didik tak dilepas begitu saja setelah jam sekolah. "Anak pulang jam lima sore, sehingga orang tuanya bisa jemput," katanya.
Kalau program tersebut jadi diterapkan, maka sekolah akan meliburkan siswa selama dua hari dalam sepekan, yakni Sabtu dan Minggu. Dua hari itu memberikan kesempatan peserta didik berkumpul lebih lama dengan keluarga.
Meski demikian, pihaknya tetap akan menguji sejauh mana ketahanan peserta didik untuk menjalani full day school. Yang pasti, "Bapak Presiden juga sangat mengapresiasi. Tinggal saya nanti susun programnya," kata dia.
Saat ini penerapan sistem tersebut masih disosialisasikan di sekolah-sekolah, mulai di pusat hingga di daerah. Ke depan, kata Muhadjir, akan dibuatkan payung hukumnya, yakni berupa Peraturan Menteri (Permen).
Soal gagasan itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menyatakan setuju. Namun, Kalla menyarankan, pihak Kemendikbud membuat lebih dulu proyek percontohannya sebagai uji coba. "Bapak Wapres setuju," kata Muhadjir.
Senada dengan Kalla, pengamat pendidikan Arief Rachman juga menyatakan persetujuannya, namun dengan catatan. "Manajemen harus baik dengan indikator keberhasilan jelas," katanya.
Indikator keberhasilan yang dimaksud dia adalah anak menjadi semakin dekat dengan Tuhan. Kemudian kepribadian anak jadi lebih matang dengan daya juang tinggi, plus bertambahnya rasa nasionalisme.
Dampak positif dari sistem itu, menurut Arief, yaitu jumlah guru yang mengajar rangkap di beberapa tempat akan berkurang. Hal ini dianggap penting karena guru yang mengajar di lebih dari satu sekolah tidak akan maksimal menjadi pengajar yang diharapkan peserta didik.
"Gagasan ini juga harus disetujui oleh semua pihak. Karena jika tidak, ini menjadi gagasan yang tidak memiliki kekuatan sosial," katanya.
Sementara Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan rencana penerapan full day school perlu ditinjau kembali. "Saya memohon gagasan ini dikonsultasikan dan dibicarakan lagi," kata Seto kepada Tempo (8/8/2016).
Seto mengatakan ada sejumlah hal yang harus disiapkan. Misalnya kemampuan guru menciptakan suasana belajar yang interaktif, sehingga anak-anak peserta didik tak jenuh.
Kalau jumlah guru yang interaktif masih kurang, maka ia menilai sistem itu tak efektif. "Saat ini kan kalau guru bilang ada rapat, siswa malah senang," ujarnya.
Yang jelas Seto tidak ingin sistem full day school mengecilkan peran pendidikan keluarga. Baginya hal itu masih penting bagi anak sehingga para orang tua perlu diberdayakan untuk melakukannya. "Orang tua yang dua-duanya bekerja ada, tapi kebanyakan ayahnya saja. Ibu masih di rumah."
Dari sisi siswa, ada yang menolak karena mengaku lelah, tapi ada juga yang setuju.
Misalnya saja Chaeruddin yang kini duduk di kelas 7 SMPN 12, Jalan Wijaya IX, Jakarta Selatan. Ia mengatakan, tak akan ada waktu untuk main dan membuat ia justru jenuh di sekolah. "Nggak maulah sekolah sampai jam lima, capek," ujar Chaeruddin.
Namun, salah seorang siswa SMAN 86 Jakarta, Diaz Rezky Pramana, mengaku setuju wacana itu diterapkan jika ada keringanan pelajaran dan tidak menambah beban studinya. "Soalnya enak belajar di sekolah daripada di rumah, asalkan diringankan tugas-tugas sama ulangannya," ujar Diaz.
Dalam pandangan salah satu orang tua murid bernama Suparno, sistem full day school bisa bermanfaat untuk perkembangan anak. Tapi penokakan datang dari Arofah Supandi, yang anaknya baru masuk SD. "Ya enggak setuju banget, kasihanlah kan dia perlu main juga,"katanya.
Anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana juga mempertanyakan gagasan Muhadjir Effendy. Ia menilai, banyak sekolah di Indonesia yang belum memiliki fasilitas untuk mendukung kebijakan tersebut. "Sudah siapkah pemerintah, sementara ruang belajar saja masih banyak yang rusak," kata Politisi Hanura ini.
Oleh karena itu, Dadang meminta Mendikbud mengkaji terlebih dahulu kebijakan untuk memperpanjang waktu belajar di sekolah ini. Kajian yang dilakukan termasuk meneliti kesiapan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. "Kalau perlu Komisi X membentuk panja dulu untuk menguji kesahihan konsep full days school tersebut," kata Dadang.
Di Jawa Tengah, sang Gubernur Ganjar Pranowo meminta sistem full day school harus dikaji komprehensif. Ia menganggap kebijakan yang dipaksakan hanya menimbulkan sejumlah persoalan, terutama di pedesaan.
"Kalau di kota sangat bisa (diterapkan). Nah, saya menyampaikan sekolah selama lima hari saja jadi geger (di desa)," kata Ganjar, seperti dikutip Tribunnews Senin (8/8/2016).

Sumber: beritagar.id

0 komentar:

Posting Komentar